“Ilma, Ilma... disana ada siomay ga?”
“Ma, ada telolet ga?”
“Emang disana ga ada
bumbu-bumbu ya?”
“Di Turki yang
terkenal itu ada tari sufi ya?”
Tari Sufi |
Segudang pertanyaan
yang terlontar dari setiap insan yang mengenalku. Rasa ingin tahu yang begitu
besar akan dunia luar, dunia Turki dan dunia studyku. ‘Turki’, ya memang indah negeri ini, tapi tak ada tempat
yang seindah negeriku. Semua hal yang mungkin sepele saat aku di nusantara
bagai menemukan oasis ditengah gurun, bagai menemukan kehidupan dalam syurga
saat kutemukannya di negri ini. Terlepas dari itu semua, hal unik di Turki yang
mungkin tak akan pernah kutemukan di tanah air hanya dapat kualami selama
hidupku di negeri ini.
Sejak
kedatanganku ke tempat ini waktuku habis untuk berkutat dengan buku pelajaran,
masuk ke kelas persiapan bahasa Turki dan mengulang hal yang sama disetiap
harinya. Waktu demi waktu berlalu hingga akhirnya angin dingin mulai menerpa
wajahku, tubuhku... ‘oh dingin sekali’ kupikir. Saat itu aku harus berpisah
dengan musim gugur pertamaku yang indah dan menyapa dinginnya udara dengan suhu
yang semakin turun, ya ini musim dingin pertamaku. Tubuhku tak bisa berkompromi
dengan udara ini hingga tanganku memerah bahkan ungu dan kaku. Konya memang
sangat dingin dan aku mencoba bertahan sekuatku hingga libur tiba. Dinginnnya cuaca
ini membuatku memutuskan untuk pergi ke Istanbul setelah harapanku punah untuk
melihat Istanbul saat pertama kali aku datang.
*Tin tin tiiinn*
Ohh ramainya
kota ini, macet dimana-mana seakan aku datang ke Jakarta. Jembatan-jembatan,
gedung pencakar langit, angkutan umum memadati kota ini. Kuputuskan untuk pergi
ke Ayasofya pada hari pertama. Mataku terpana akan indahnya pemandangan yang
Istanbul suguhkan padaku. satu hal yang membuatku lebih terpana dari itu bukan
karena pemandangan cantik Istanbul, bukan karena keramahan orang Istanbul,
melainkan dua insan yang berjalan bergandengan di depanku. ‘Bahagia’ perasaan
yang tersorot jelas diantara mereka. Aku yakin mereka telah melalui segudang memori
perjuangan, susah, senang bersama. Kini mereka menua bersama namun jiwa muda
mereka masih jelas tersirat diwajah keduanya. ‘Sungguh indah’ ku pikir. Selama hidupku
di tanah air aku tak pernah menemukan sepasang pun kakek dan nenek dengan
sengaja berjalan-jalan di taman kota atau tempat rekreasi lainnya untuk
menghabiskan waktu bersama.
Puas kuhabiskan
waktu di Ayasofya aku berjalan-jalan santai di sekitaran perisir laut Istanbul.
Pandanganku penuh dengan orang-orang tua itu, seakan tak ada tempat tanpa
mereka, seakan mereka berpencar diseluruh penjuru. Ketika itu aku tersadar,
pemandangan ini bukan sekedar kebetulan aku lihat di Ayasofya tadi. Hingga aku
bertanya pada diriku sendiri ‘Apa yang membuat mereka seperti ini? Sedekat ini?
Seromantis ini?’ ‘Kultur? Ya mungkin..’
*Krucuk krucuk*
Suara tak
asing ku dengar ditelingaku.
“Lapar
ya..” tanya temanku.
“Sepertinya..”
aku hanya tersenyum menahan malu.
“Oke
mending kita makan dulu” jawabnya santai.
Langkah demi
langkah membawa kami jauh dari tempat kami berdiri.
“Mau
makan apa?” tanyanya.
“Döner, ya apa lagi.. maklum anak
kuliahan” jawabku.
Ia hanya
menjawabku dengan senyuman, kamipun melanjutkan perjalanan.
“Abi,
iki tane döner ve iki tane çay olsun”*1
“Tamam
biraz bekleyiniz”*2
Döner |
Pesanan yang
kami pesan datang dihadapan kami, menggugah selera makan kami, aku tak sabar
melahapnya hingga habis. Ini enak, atau aku lapar aku tak begitu peduli saat
itu yang terpenting saat itu hanyalah ‘makan’. Teh yang aku pesan sudah mulai
mendingin, aku memang makan sangat lama mungkin namun tetap kuminum semua
seakan baru menemukan air saat itu.
“Sudah
selesai? Mau pergi sekarang?” tanya temanku.
“Sebentar
aku lelah..”
Penjual döner tersebut menghampiri kami. Kukira
dia ingin bertanya jika kami ingin pesan sesuatu kembali. Namun yang ia lakukan
diluar dugaanku dan membuatku terkejut. Ia dengan sigap memboyong semua
peralatan yang berada di meja kami saat kami masih duduk bersantai, bahkan ia
mengambil gelas teh milik temanku yang masih sisa setengahnya. Aku melihatnya
dengan roman mukaku yang bingung setengah tersinggung.
Ilustrasi |
“Ayo
kita pergi” kataku.
“Loh
katanya cape..?” tanyanya bingung.
“Ya
kita sudah diusir lebih baik pergi”
“Siapa
yang ngusir?”
“Lah
maksudnya apa orang makan belum selesai main angkut angkut aja..” jawabku
sebal.
“hahahaha”
ia tertawa geli melihatku.
Aku bingung
melihat kelakuan temanku. Apa yang lucu dari semua ini? Apa yang mesti dia
tertawakan sampai begitu terbahak-bahaknya?
“Aku
lupa kamu baru ya.. di Turki memang begitu Ilma, kamu jangan tersinggung, mereka
memang mengambil semua piring kotor meskipun saat makananmu masih tersisa
sedikit, mungkin mereka kira kita tak mau makan lagi..” dengan santainya ia
memberi penjelasan.
Aku hanya
terdiam, rasanya tak ingin meluapkan satu katapun dari mulutku, entah apa yang
harus kulakukan, entah apa yang harus kukatakan. Diam, diam, diam... ku rasa
hanya ini yang bisa kulakukan.
“Ayo
kita lanjut jalan-jalannya..”
Ia menarikku
jauh dari tempat itu. Pergi jauh dari tempat aku mendapat pelajaran baru...
Whats the meaning? (Apa artinya?)
*1 Pak, dua döner (makanan Turki
seperti hotdog) dan dua teh.
*2 Iya, mohon tunggu.
2. http://www.boluolay.com/3. http://www.goktepe.net/
4. http://www.milliyet.com.tr/
Tulisan ini dibuat untuk FLP Challenge (www.flpturki.com.) see the site for more :)
2 komentar:
Kapan ya kesana, hehehe. Nice blog Ma... Jadi kepengen banget ke Turkey.
Salam Ngaheab dari Institut Pertanian Bogor hehehe
Jangan segan berkunjung kembali ke dederiyaldi.blogspot.com nggak ada perjalanan indah kr luar kok hehehe
insyaAllah ketemu disini yaa :) oke salam anak negeri dari Selçuk Üniversitesi hehehe... siip nanti tak tengok-tengok blognya dede yaa :)
Posting Komentar